Semua Perbedaan Itu Lebur Menjadi Satu Harmoni Di Dalam Taman
Surgawi Yang Indah Di Bawah Naungan Cinta Sang Illahi
Taman Surgawi (red: SMK Kimia Industri
Theresiana)
“Engkau adalah aku yang lainnya....mungkin kita
beda tubuh tapi tetap satu jiwa, jiwa yang bersatu dalam cinta yaitu cinta
Tuhan Yang Maha Mencintai” itulah
salah satu penggalan kata-kata puitis yang dilontarkan oleh Kiayi Budi Harjono,
yang memiliki makna yang dalam dan menyejukkan, sebagaimana beliau menjelaskan
bahwa, sebagai manusia kita semua adalah saudara, dari nenek moyang yang sama, yang
memiliki fitrah yang sama pula untuk berbuat kebaikan, mencegah keburukan dan
memakmurkan alam semesta raya (Amar ma'ruf nahi munkar), bahkan beliau juga menambahkan bahwa setiap
orang adalah cermin bagi diri kita sendiri, apabila yang kita lihat pada diri
orang lain buruk, maka sebenarnya keburukan itu ada pada diri kita juga,
begitupula sebaliknya apabila apa yang kita lihat pada diri orang lain baik,
sebenarnya kebaikan itu juga ada pada diri kita, jika saja kita semua punya
pemahaman seperti itu maka bumi ini akan sejuk dan damai, karena tidak ada orang
yang akan mengolok-olok orang lain, menganggap orang lain hina, dan menganggap
diri mereka paling baik karena saat kita hendak melakukan hal buruk maka kita
akan mengingat cermin diri yang akan memantulkan kembali keburukan itu pada
diri kita masing-masing....subhanallah betapa syahdunya hati ini ketika kami
mendengarnya seolah-olah seperti tetesan embun yang jatuh di hati kami yang
gersang, yang rindu kedamaian, sungguh menyejukkan.
Kami sangat
bersyukur sekali dapat menyelenggarakan kegiatan Pengajian Halal bi halal
keluarga besar SMK Kimia Industri Theresiana Semarang pada Hari Senin 10
Agustus 2015 yang lalu, dan bertambah rasa syukur kami karena dapat
menghadirkan Kiayi Budi Harjono Pengasuh Pondok Pesatren Al Islah Meteseh
Tembalang untuk memberikan tausiah pemaknaan halal bi halal di tengah-tengah
siwa-siswi kami yang heterogen, memiliki berbagai macam latar belakang baik itu
keluarga, suku dan agama. Beliau Kyiai Budi memberikan tausiah yang sangat
menarik sekali, dan kami semua sangat menikmatinya, bahasanya santai, cerdas,
penuh canda, puitis, tidak menggurui serta makna dari setiap apa yang
disampaikan sangat dalam hingga sampai di hati, sedikit berlebihan mungkin tapi
memang itulah yang dapat kami gambarkan dari apa yang disampaikan Kyiai Budi
Harjono dalam pengajian tersebut, sungguh menginspirasi dan memberikan
perspektif cerdas bahwa, pengajian yang biasanya disampaikan dengan sangat
serius, hikmat, tetapi oleh Kyiai Budi pengajian tersebut dapat di kemas dalam
bahasa yang komunikatif, ringan, puitis, kocak namun isinya tetap berbobot ,
beliau menegaskan inilah bahasa cinta, tidak membuat orang ketakutan, cemas
tetapi sebaliknya membuat kita bersuka cita.
Kiayi Budi
juga menjelaskan bahwa sebagai manusia yang hidup di bumi, kita semua adalah
sama, sama-sama sedang menjalani sebuah proses penempaan untuk mendapatkan
cintaNya, cinta dari Tuhan Yang Maha Esa, pada proses penempaan inilah yang
seringkali membuat kita tidak saling memahami, justru saling menyalahkan, saling
curiga, menganggap diri paling benar, yang akhirnya menjadikan hubungan kita
sebagai sesama manusia mengalami disharmonisasi seperti yang sering kita jumpai
dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini. Kyai Budi mengibaratkan sebagian dari
kita adalah seperti butiran padi, dan sebagian lain seperti butiran gandum,
untuk dapat menjadi nasi atau roti yang bisa dinikmati, maka padi dan gandum
tadi harus melewati beberapa proses yang berbeda, agar padi dapat menjadi
butiran beras maka perlu ditumbuk atau digiling, dengan maksud bukan untuk menghancurkannya,
tetapi untuk memisahkan kulit sekam yang kasar dari isinya, setelah didapat
butiran-butiran beras proses itu belum selesai, untuk bisa dikonsumsi beras
yang kelihatannya bersih masih perlu dicuci, dan ternyata kita dapatkan air
cucian beras terlihat keruh yang menandakan bahwa beras masih kotor, setelah
bersih maka beras itu akan di masak di atas tungku yang di bawahnya menyala api yang membara sampai akhirnya
beras tadi matang dan menjadi nasi, begitu pula biji gandum, dalam proses untuk
menjadi roti, gandum harus dipisahkan dari kulitnya lalu ditumbuk untuk menjadikannya
butiran yang lebih halus berupa tepung sehingga dapat mudah untuk diolah dan
dicampur dangan bahan yang lain untuk selanjutnya dimasak dan akhirnya menjadi
roti.
Antara beras
dan gandum menjalani proses yang masing-masing berbeda tetapi proses itu
mengarah pada tujuan yang sama yaitu menjadi sesuatu yang dapat dikonsumsi dan
berguna, dan seperti itulah hidup kita, mungkin kita memilih proses penempaan yang
berbeda-beda sesuai apa yang kita yakini, sesuai petunjuk-petunjuk Illahi yang
telah diturunkan ke bumi, dan bagi kita pilihan-pilihan yang berbeda itu tidak
seharusnya menjadikan kita tidak mau memahami pilihan orang lain sehingga kita menjadi lupa tujuan dari proses itu
sendiri, maka janganlah kita terlalu meributkan dan memperdebatkan setiap
prosesnya akan tetapi hasilnya, apabila hasil dari proses itu baik maka, akan
mudah untuk dikenali semua orang, apapun agamanya, latar belakangnya, sukunya
ataupun rasnya, karena kebaikan dimanapun bersifat universal seperti perkataan
yang kami sunting dari Almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) “ Tidak penting apapun agama atau
sukumu...Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang
tidak pernah tanya apa agamamu...”
Kiayi Budi
juga mengajak siswa-siswi SMK Kimia Industri Theresiana untuk mau menjalani
proses penempaan seperti layaknya butiran padi dan biji gandum tadi dengan
tulus, ikhlas dan sungguh-sungguh. Kiayi Budi mengibaratkan sekolah adalah
kawah candradimuka, tempatnya gulowentah,
menempa setiap siswa untuk dapat menjadi pribadi yang lebih baik, dan tentunya
semua poses yang dijalani baik oleh guru, siswa atau siapa saja yang termasuk
di dalamnya harus menggunakan laku dan bahasa cinta yang penuh kesantunan,
kemesraan, kasih sayang, saling menghargai, saling menghormati, saling memahami
dan saling melengkapi menjadi sebuah sinergi yang indah selayaknya taman surgawi.
Bahasa-bahasa
puitis, nan jenaka itulah yang menjadikan suasana riuh, ceria, semua siswa,
guru tersenyum lebar sambil sesekali menggeleng-gelengkan kepala, seolah
terpesoana oleh kata-kata seorang pujangga, semua melebur dalam suka cita dan
lebih tepat jika pengajian ini kita sebut sebagai obrolan cinta sahabat lama
yang bertemu dalam ruang kerinduan antara aku, engkau dan Dia.
Kiayi Budi
juga memperkenalkan kami pada sebuah tarian yang syarat makna akan fitrah
manusia yang rindu akan cinta kepada Sang Illahi yang diperagakan oleh murid-murid
beliau, tari itu beliau sebut tari sufi, yang dimulai dengan membungkuk penuh
kepasrahan yang mengisyaratkan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak berdaya
di hadapan Sang Illahi, yang harus mau mengakui segala kekurangan dan kesalahannya, lalu berdiri tegap dengan tangan
disilangkan ke dada yang menandakan bahwa apapun yang kita lakukan dan katakan
akan kembali kepada diri sendiri, sehingga apapun yang keluar dari setiap diri
adalah hanya kebaikan, lalu berputar-putar ke arah kiri seperti susunan tata
surya berputar menandakan bahwa kita harus melakuakn harmonisasi dengan alam
semesta sebagai tanda kepatuhan kita kepada Sang Illahi, dan pada saat tertentu
kedua tangan menyilang di perut yang menandakan kita harus bisa menahan sifat
dasar kita yang negatif/hawa nafsu yang berlebihan, dan putaran yang
terus-menerus dengan kedua tangan menengadah ke atas adalah tanda bahwa kita
harus bersuka cita menjalani kehidupan dengan menggantungkan diri hanya kepadaNYA
dan hanya mengharap cinta dariNYA.
Ini
merupakan hal baru bagi kami, dan dengan acara pengajian ini, kami semua tidak hanya
mendapatkan keceriaan, kesegaran rohani, tetapi pengetahuan baru mengenal
kebudayaan yang mungkin masih asing bagi kami. Mungkin pertemuan kami dengan
Kiayi Budi hanya singkat, akan tetapi apa yang kami dapatkan benar-benar sangat
berarti, baik sebagai pribadi, sebagai siswa, guru, pemimpin, keluarga,
masyarakat dan sebagai manusia yang sedang berproses bersama menuju tujuan yang
luhur yaitu kebaikan.
Kami berharap
kegiatan sepert i ini akan dapat terus kita laksanakan di SMK Kimia Industri
Theresiana Semarang, dengan harapan agar siswa-siswi kami menjadi generasi yang
penuh kasih, menghargai perbedaan, toleransi, dan menjadikan perbedaan yang ada
bukan sebagai kelemahan justru menjadi kekuatan dan kekayaan yang dimiliiki
oleh Bangsa Indonesia, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang bersama-sama
dalam gandengan tangan yang mesra mengembangkan
pribadi yang berbudi pekerti luhur dalam suasana cinta damai.
Mudah-mudahan
tulisan ini dapat menginspirasi diri kami sendiri dan saudara-saudara kami yang
lain, untuk menjadi pribadi penuh kasih dan cinta seperti apa yang telah Tuhan
ajarkan kepada kita semua dengan segala perbedaan yang ada berproses bersama menjadi
pribadi-pribadi yang lebih baik serta menjadikan hidup ini lebih berwarna dan
indah. Salam Cinta dari SMK Kimia Industri Theresiana...