Selasa, 18 Agustus 2015

Semua Perbedaan Itu Lebur Menjadi Satu Harmoni Di Dalam Taman Surgawi Yang Indah Di Bawah Naungan Cinta Sang Illahi
Taman Surgawi (red: SMK Kimia Industri Theresiana)
Engkau adalah aku yang lainnya....mungkin kita beda tubuh tapi tetap satu jiwa, jiwa yang bersatu dalam cinta yaitu cinta Tuhan Yang Maha Mencintai” itulah salah satu penggalan kata-kata puitis yang dilontarkan oleh Kiayi Budi Harjono, yang memiliki makna yang dalam dan menyejukkan, sebagaimana beliau menjelaskan bahwa, sebagai manusia kita semua adalah saudara, dari nenek moyang yang sama, yang memiliki fitrah yang sama pula untuk berbuat kebaikan, mencegah keburukan dan memakmurkan alam semesta raya (Amar ma'ruf nahi munkar), bahkan beliau juga menambahkan bahwa setiap orang adalah cermin bagi diri kita sendiri, apabila yang kita lihat pada diri orang lain buruk, maka sebenarnya keburukan itu ada pada diri kita juga, begitupula sebaliknya apabila apa yang kita lihat pada diri orang lain baik, sebenarnya kebaikan itu juga ada pada diri kita, jika saja kita semua punya pemahaman seperti itu maka bumi ini akan sejuk dan damai, karena tidak ada orang yang akan mengolok-olok orang lain, menganggap orang lain hina, dan menganggap diri mereka paling baik karena saat kita hendak melakukan hal buruk maka kita akan mengingat cermin diri yang akan memantulkan kembali keburukan itu pada diri kita masing-masing....subhanallah betapa syahdunya hati ini ketika kami mendengarnya seolah-olah seperti tetesan embun yang jatuh di hati kami yang gersang, yang rindu kedamaian, sungguh menyejukkan.

Kami sangat bersyukur sekali dapat menyelenggarakan kegiatan Pengajian Halal bi halal keluarga besar SMK Kimia Industri Theresiana Semarang pada Hari Senin 10 Agustus 2015 yang lalu, dan bertambah rasa syukur kami karena dapat menghadirkan Kiayi Budi Harjono Pengasuh Pondok Pesatren Al Islah Meteseh Tembalang untuk memberikan tausiah pemaknaan halal bi halal di tengah-tengah siwa-siswi kami yang heterogen, memiliki berbagai macam latar belakang baik itu keluarga, suku dan agama. Beliau Kyiai Budi memberikan tausiah yang sangat menarik sekali, dan kami semua sangat menikmatinya, bahasanya santai, cerdas, penuh canda, puitis, tidak menggurui serta makna dari setiap apa yang disampaikan sangat dalam hingga sampai di hati, sedikit berlebihan mungkin tapi memang itulah yang dapat kami gambarkan dari apa yang disampaikan Kyiai Budi Harjono dalam pengajian tersebut, sungguh menginspirasi dan memberikan perspektif cerdas bahwa, pengajian yang biasanya disampaikan dengan sangat serius, hikmat, tetapi oleh Kyiai Budi pengajian tersebut dapat di kemas dalam bahasa yang komunikatif, ringan, puitis, kocak namun isinya tetap berbobot , beliau menegaskan inilah bahasa cinta, tidak membuat orang ketakutan, cemas tetapi sebaliknya membuat kita bersuka cita.





Kiayi Budi juga menjelaskan bahwa sebagai manusia yang hidup di bumi, kita semua adalah sama, sama-sama sedang menjalani sebuah proses penempaan untuk mendapatkan cintaNya, cinta dari Tuhan Yang Maha Esa, pada proses penempaan inilah yang seringkali membuat kita tidak saling memahami, justru saling menyalahkan, saling curiga, menganggap diri paling benar, yang akhirnya menjadikan hubungan kita sebagai sesama manusia mengalami disharmonisasi seperti yang sering kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini. Kyai Budi mengibaratkan sebagian dari kita adalah seperti butiran padi, dan sebagian lain seperti butiran gandum, untuk dapat menjadi nasi atau roti yang bisa dinikmati, maka padi dan gandum tadi harus melewati beberapa proses yang berbeda, agar padi dapat menjadi butiran beras maka perlu ditumbuk atau digiling, dengan maksud bukan untuk menghancurkannya, tetapi untuk memisahkan kulit sekam yang kasar dari isinya, setelah didapat butiran-butiran beras proses itu belum selesai, untuk bisa dikonsumsi beras yang kelihatannya bersih masih perlu dicuci, dan ternyata kita dapatkan air cucian beras terlihat keruh yang menandakan bahwa beras masih kotor, setelah bersih maka beras itu akan di masak di atas tungku yang di bawahnya  menyala api yang membara sampai akhirnya beras tadi matang dan menjadi nasi, begitu pula biji gandum, dalam proses untuk menjadi roti, gandum harus dipisahkan dari kulitnya lalu ditumbuk untuk menjadikannya butiran yang lebih halus berupa tepung sehingga dapat mudah untuk diolah dan dicampur dangan bahan yang lain untuk selanjutnya dimasak dan akhirnya menjadi roti.

Antara beras dan gandum menjalani proses yang masing-masing berbeda tetapi proses itu mengarah pada tujuan yang sama yaitu menjadi sesuatu yang dapat dikonsumsi dan berguna, dan seperti itulah hidup kita, mungkin kita memilih proses penempaan yang berbeda-beda sesuai apa yang kita yakini, sesuai petunjuk-petunjuk Illahi yang telah diturunkan ke bumi, dan bagi kita pilihan-pilihan yang berbeda itu tidak seharusnya menjadikan kita tidak mau memahami pilihan orang lain sehingga  kita menjadi lupa tujuan dari proses itu sendiri, maka janganlah kita terlalu meributkan dan memperdebatkan setiap prosesnya akan tetapi hasilnya, apabila hasil dari proses itu baik maka, akan mudah untuk dikenali semua orang, apapun agamanya, latar belakangnya, sukunya ataupun rasnya, karena kebaikan dimanapun bersifat universal seperti perkataan yang kami sunting dari Almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) “ Tidak penting apapun agama atau sukumu...Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu...”
Kiayi Budi juga mengajak siswa-siswi SMK Kimia Industri Theresiana untuk mau menjalani proses penempaan seperti layaknya butiran padi dan biji gandum tadi dengan tulus, ikhlas dan sungguh-sungguh. Kiayi Budi mengibaratkan sekolah adalah kawah candradimuka, tempatnya gulowentah, menempa setiap siswa untuk dapat menjadi pribadi yang lebih baik, dan tentunya semua poses yang dijalani baik oleh guru, siswa atau siapa saja yang termasuk di dalamnya harus menggunakan laku dan bahasa cinta yang penuh kesantunan, kemesraan, kasih sayang, saling menghargai, saling menghormati, saling memahami dan saling melengkapi menjadi sebuah sinergi yang indah selayaknya taman surgawi.

Bahasa-bahasa puitis, nan jenaka itulah yang menjadikan suasana riuh, ceria, semua siswa, guru tersenyum lebar sambil sesekali menggeleng-gelengkan kepala, seolah terpesoana oleh kata-kata seorang pujangga, semua melebur dalam suka cita dan lebih tepat jika pengajian ini kita sebut sebagai obrolan cinta sahabat lama yang bertemu dalam ruang kerinduan antara aku, engkau dan Dia.

Kiayi Budi juga memperkenalkan kami pada sebuah tarian yang syarat makna akan fitrah manusia yang rindu akan cinta kepada Sang Illahi yang diperagakan oleh murid-murid beliau, tari itu beliau sebut tari sufi, yang dimulai dengan membungkuk penuh kepasrahan yang mengisyaratkan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak berdaya di hadapan Sang Illahi, yang harus mau mengakui segala kekurangan dan  kesalahannya, lalu berdiri tegap dengan tangan disilangkan ke dada yang menandakan bahwa apapun yang kita lakukan dan katakan akan kembali kepada diri sendiri, sehingga apapun yang keluar dari setiap diri adalah hanya kebaikan, lalu berputar-putar ke arah kiri seperti susunan tata surya berputar menandakan bahwa kita harus melakuakn harmonisasi dengan alam semesta sebagai tanda kepatuhan kita kepada Sang Illahi, dan pada saat tertentu kedua tangan menyilang di perut yang menandakan kita harus bisa menahan sifat dasar kita yang negatif/hawa nafsu yang berlebihan, dan putaran yang terus-menerus dengan kedua tangan menengadah ke atas adalah tanda bahwa kita harus bersuka cita menjalani kehidupan dengan menggantungkan diri hanya kepadaNYA dan hanya mengharap cinta dariNYA.

Ini merupakan hal baru bagi kami, dan dengan acara pengajian ini, kami semua tidak hanya mendapatkan keceriaan, kesegaran rohani, tetapi pengetahuan baru mengenal kebudayaan yang mungkin masih asing bagi kami. Mungkin pertemuan kami dengan Kiayi Budi hanya singkat, akan tetapi apa yang kami dapatkan benar-benar sangat berarti, baik sebagai pribadi, sebagai siswa, guru, pemimpin, keluarga, masyarakat dan sebagai manusia yang sedang berproses bersama menuju tujuan yang luhur yaitu kebaikan.

Kami berharap kegiatan sepert i ini akan dapat terus kita laksanakan di SMK Kimia Industri Theresiana Semarang, dengan harapan agar siswa-siswi kami menjadi generasi yang penuh kasih, menghargai perbedaan, toleransi, dan menjadikan perbedaan yang ada bukan sebagai kelemahan justru menjadi kekuatan dan kekayaan yang dimiliiki oleh Bangsa Indonesia, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang bersama-sama dalam gandengan tangan yang mesra  mengembangkan pribadi yang berbudi pekerti luhur dalam suasana cinta damai.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat menginspirasi diri kami sendiri dan saudara-saudara kami yang lain, untuk menjadi pribadi penuh kasih dan cinta seperti apa yang telah Tuhan ajarkan kepada kita semua dengan segala perbedaan yang ada berproses bersama menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik serta menjadikan hidup ini lebih berwarna dan indah. Salam Cinta dari SMK Kimia Industri Theresiana...
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar